LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR
Fraktur / Patah tulang adalah terputusnya suatu jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
Fraktur dibedakan oleh :
a) Tingkat kerusakannya: fraktur terbuka dan tertutup.
b) Bentuk keretakan tulang/ injury yang ditimbulkan, ada 5 jenis fraktur:
1. Fraktur Transversum yang mendatar pada seluruh struktur tulang.
2. Fraktur Oblika yang terjadi pada seluruh struktur tulang dengan garis miring.
3. Fraktur Spinal.
4. Fraktur Commonuted, bila frakturnya lebih dari 3 jenis keretakan.
5. Fraktur Segmental/ Green Stick ( hanya pada sebagian segmen ).
c) Kondisi Fraktur.
1. Fraktur Impacted, seperti serpihan logam.
2. Fraktur Depresi, misal fraktur yang terjadi pada kepala kejatuhan besi yang masuk ke dalam.
3. Fraktur Longitudinal.
4. Fraktur Kompresi.
d) Lokasinya.
1. Proximal Fraktur.
2. Midsharf Fraktur.
3. Distal Fraktur.
2. Etiologi.
a) Trauma yang langsung ke tulang, misalnya jatuh, kecelakaan.
b) Secara tidak langsung, misal kontruksi otot yang berlebihan.
c) Karena penyakit-penyakit tertentu: kanker dan penyakit tulang lainnya.
3. Manifestasi Klinik.
Bengkak, adanya nyeri, berkurangnya kemampuan fungsional, deformitas ( perubahan bentuk tulang ), discolorasi, adanya krepitas, adanya pendarahan ( pada fraktur terbuka ).
4. Proses Penyembuhan
Yaitu proses alami, pada awalnya terjadi pendarahan di sekitar patah tulang akibat terputusnya pembuluh darah, fase ini yaitu fase Hematoma (1).
Hematoma akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan vibrosis dan vaskuler hingga hematom jaringan fibrosis dengan kapiler di dalamnya. Jaringan ini menyebabkan fragmrn tulang saling menempel, ini dinamakan fase Kalus Fibrosa (2).
Pada hematom dan jaringan fibrosis kemudian tumbuh jaringan mesenkim yang bersifat osteogenik menjadi sel kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan. Pada tempat yang jauh dari patah tulang umumnya vaskularisasi banyak. Sel ini berubah menjadi osteoblast dan membentuk osteosid yang merupakan bahan dasar tulang.
Mulanya kondroid dan osteosid tidak mengandung kalsium, tapi pada tahap selanjutnya terjadi osifikasi (penulangan) yang menyebabkan kalus fibrosa menjadi kalus tulang, ini disebut fase Penyatuan Klinis (3).
Kemudian terjadi pergantian sel tulang oleh sel tulang yang mengatur diri sesuai garis tekanan dan tarikan yang bekerja pada tulang, ini disebut fase Konsolidasi.
5. Penatalaksanaan Patah Tulang.
Umum.
a) Diagnosa yang tepat.
b) Pengobatan tepat dan perawatan yang memadai.
c) Sesuai dengan hukum alam.
d) Sesuai dengan kepribadian individu.
Untuk Fraktur.
a) Reposisi.
b) Immobilisasi.
c) Mobilisasi berupa latihan seluruh sistem gerak.
Macam-macam Bentuk Reposisi:
a) Manipulasi + Immobilisasi, misal pemasangan gips atau spalk.
b) Pemasangan traksi dengan waktu tertentu + Immobilisasi.
c) Fiksasi luar + Immobilisasi, digunakan untuk fiksasi fragmen patah tulang digunakan pin baja yang ditusukan pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan batangan logam diluar kulit dinamakan fiksator ekstern.
d) Reposisi diikuti dengan fiksasi internal secara operatif.
6. Pemeriksaan Penunjang.
a) Pemeriksaan X-Ray untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.
b) CT. SCAN MRI untuk mengidentifikasi jaringann lain yang mengalami kerusakan.
c) Anteriogram dilakukan apabila ada kerusakan pembuluh darah.
d) Pemeriksaan darah lengkap.
Hb, HT, leukosit, kreatinin (meningkat akibat trauma otot).
7. Diagnosa Keperawatan.
a) Resiko tinggi trauma b. d hilangnya integritas skeletal (fraktur).
b) Nyeri akut b. d spasme otot, edema, ijury jaringan integumen, traksi, immobilisasi, stress / kecemasan.
c) Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer b. d penurunan / hambatan aliran darah , injury vaskuler secara langsung, trauma jaringan, edema yang berlebihan / berat, pembentukan trombus / hipovolemia.
d) Resiko tinggi gangguan pertukaran gas b. d perubahan aliran darah, emboli lemak, perubahan membran kapiler / alveolus karena edema paru / kongestif paru.
e) Gangguan Immobilisasi fisik b. d gangguan neuromoskuler skeletal, nyeri / immobilisasi.
f) Gangguan integritas kulit (aktual / resiko tinggi ) b. d fraktur terbuka, tindakan pembedahan, pemasangan traksi.
g) Resiko tinggi b. d daya imun primer tidak memadai / mekanisme pertahanan tubuh primer tidak memadai yaitu trauma kulit, trauma jaringan, suhu lingkungan yang ekstrim, traksi skeletal atau tindakan invasiv.
h) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosa dan terapi b. d kurang informasi, penafsiran informasi yang salah.
8. Intervensi Keperawatan.
• Anjurkan px tetap istirahat di tempat tidur.
• Pelihara posisi traksi.
• Evaluasi adanya keluhan nyeri.
• Beri alternatif tindakan untuk menghilangkan rasa nyeri.
• Monitor tanda-tanda vital.
• Kaji adanya edema, nyeri.
• Kaji status neurovaskuler, seperti perubahan fungsi motorik / sensorik.
• Auskultasi bunyi: kaji keistimewaan bunyi hiperresonan.
• Instruksikan px latihan nafas dalam dan batuk efektif.
• Inspeksi adanya petichiae diatas area payudara, aksila, pada abdomen, pallatum keras, konjungtiva dan retina sebagai tanda emboli lemak yang terjadi 2 – 3 hari setelah injury.
• Bantu px melakukan ROM aktif / pasif.
• Auskultasi bising usus, monitor kebiasaan dan pola BAB, tempatkan pispot / urinal tidak jauh dari px.
• Anjurkan diit TKTP, vitamin dan mineral yang adekuat.
• Anjurkan mengkonsumsi makanan yang tinggi serat.
• Massage kulit dan jaga agar tempat tidur tetap kering.
• Ubah posisi secara teratur.
• Periksa tanda-tanda infeksi.
• Ganti balutan pada area pemasangan pin dengan menggunakan tehnik septik dan aseptik.
• Ulangi penjelasan tentang pentingnya ROM bagi penyembuhan fraktur.
• Jelaskan tentang bahaya infeksi dan cara meminimalkannya.
9. Daftar Pustaka.
Syaifuddin, B. Ac. 1994. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Muhammad Muzaiyen. 200. Asuhan Keperawatan Dengan Fraktur Femur Sinistra.
0 komentar:
Posting Komentar