This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kamis, 06 Desember 2012

Rabu, 15 Februari 2012

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DIARE AKUT dan DEHIDRASI

1.1  Latar Belakang
Diere adalah penyebab penting kekurangan gizi, ini disebabkan karena adanya anoreksia pada penderita diare, sehingga penderita makan lebih sedikit dari biasanya dan kemampuan menyerap sari makanan juga berkurang. Padahal kebutuhan sari makananya meningkat  akibat adanya infeksi. Setiap episod diare menyebabkan kekurangan gizi, sehingga bila episode diare berkepanjangan maka dampaknya terhadap pertumbuhan dan perkembangan akan terlihat keterlambatan tubuh kembang pada anak dan bayi.


Diare merupakan penyebab utama angka kesakitan dan kematian pada anak di negara berkembang, dengan perkiraan 1,3 milyar episode dan 3,2 juta kematian setiap tahun pada balita. Secara keseluruhan anak-anak ini mengalami rata-rata 3,3 epoisode diare pertahun. Pada daerah yang dnegan angka episode yang tinggi ini, seorang balita dapat menghabiskan 25 % waktunya dengan diare. Sekitar 80 % kematian yang berhubungan dengan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Penyebab utama kematian   karena diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinjanya. Penyebab kematian lain adalah disentri, kekurangan gizi, dan infeksi serius seperti pnemoni.

Menurut laporan Departemen Kesehatan, di Indonesia setiap anak mengalami diare 1,6 samapi 2 kali setahun. Hasil SKRT (survaey kesahatan rumah tangga) di Indonesia angka kematian diare anak balita dan bayi permil pertahun berturut menunjukan angka sebagai berikut ; 6,6 (balita) 22 (bayi) pertahun 1980; 3,7 (balita) dan 13,3 (bayi) pada tahun1985. 2,1 (balita) 7,3 (bayi) pada tahun 1992. 1 balita dan 8 bayi pada tahun 1995. Sementara itu morbiditas diare tidak menunjukan hal yang sama. Dari hasil studi morbiditas oleh DEPKES di 8 propinsi pada tahun 1989,1990,1995 berturut-turut morbiditas diare menunjukan 78 %, 103 % dan 100 %. Apalagi dengan terjadinya krisis ekonomi yang melanda negara Asia dimana Indonesia yang terparah, angka kejadian diare menunjukan kenaikan. Bahkan gangguan kesehatan maupun yang terkait dengan diare seperti gangguan gizi  dan ISPA menunjukan hasil yang nyata (DEPKES RI, 1999).

Meskipun  pada orang dewasa  penyakit diare baiasanya lebih ringan dari pada pada anak tetapi angka kejadian yang semakin menurun menujukan angka kemajuan penanganan diare. Pada saat ini sudah tersedia pengobatan yang mudah dan efektif  yang dapat menurunkan jumlah kematian karena diare  pada sebagian besar kasus. Sekarang dengan dipakainya upaya pembentukan KPD (kegiatan pendidikan Diare) antara lain dengan pojok URO (Upaya Rehidrasi Oral) di banyak rumah sakit dan dilanjutkan dengan pendidikan medik penberantasan diare  kasus diare di bangsal semakin berkurang secara nyata.

1.2  Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mempelajari asuhan keperawatan pada anak usia toddler dengan diare akut dehidrasi sedang.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian pada anak toddler dengan  diare akut dehidrasi sedang.
2. Mampu melakukan  intervensi anak usia toddler dengan diare akut dehidrasi sedang
3. Mampu melakukan tindakan pada anak usia toddler dengan diare akut dehidrasi sedang
4. Mampu melakukan evaluasi pada anak usia toddler dengan diare akut dehidrasi  sedang.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Diare adalah buang air besar (defekasi)  dengan jumlah yinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengan padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501).

2.2 ETIOLOGI
1. Faktor infeksi : Bakteri ( Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera), Virus (Enterovirus), parasit (cacing), Kandida (Candida Albicans).
2. Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering terjadi pada anak-anak).
3. Faktor malabsorbsi : Karbihidrat, lemak,  protein.
4. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran dimasak kutang matang.
5. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.

2.3 PATOFISIOLOGI

faktor infeksi   F malabsorbsi  F makanan  F. Psikologi
   KH,Lemak,Protein


Masuk dan ber  meningk. Tek osmo toksin tak dapat    cemas
kembang dlm              tik       diserap
  usus

Hipersekresi air pergeseran air dan             hiperperistaltik
dan elektrolit   elektrolit ke rongga
(    isi rongga usus) usus  menurunya kesempatan usus
      menyerap makanan

    D I A R E

Frek. BAB meningkat       distensi abdomen


Kehilangan cairan & elekt   integritas kulit        
berlebihan            perianal


gg. kes. cairan   & elekt  As. Metabl   -  mual, muntah -



Resiko hipovolemi syok -  sesak  -   nafsu makan

  
Gang. Oksigensi - BB menurun

            
        Gangg. Tumbang

2.4 PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi  usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan  makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
o Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg),  PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
o Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
o Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
o Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri  dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun  2 hitungan (GK)
2. Meniru membuat garis lurus (GH)
3. Menyatakan keinginan   sedikitnya dengan dua kata (BBK)
4. Melepasa pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .
h.  Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
10. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
• feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
• Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
• AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2 meningkat, HCO3 menurun )
• Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

2.5 PENATALAKSANAAN DIARE
2.5.1 Rehidrasi
1. jenis cairan
1) Cara rehidrasi oral
o Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti orali, pedyalit setiap kali diare.
o Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa)
2) Cara parenteral
o Cairan I  : RL dan NS
o Cairan II : D5  ¼ salin,nabic. KCL
      D5 : RL = 4 : 1  + KCL
      D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL
o HSD (half strengh darrow) D ½  2,5 NS cairan khusus pada diare usia > 3 bulan.
2. Jalan pemberian
1) Oral  (dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik)
2) Intra gastric ( bila anak tak mau minum,makan, kesadran menurun)

3. Jumlah Cairan ; tergantung pada :
1) Defisit ( derajat dehidrasi)
2) Kehilangan sesaat (concurrent less)
3) Rumatan (maintenance).
4. Jadwal / kecepatan cairan
1) Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat badanya kurang lebih 13 kg : maka pemberianya adalah :
o BB (kg) x 50 cc
o BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls.
2) Terapi standar pada anak dengan diare sedang :
+ 50 cc/kg/3 jam  atau 5 tetes/kg/mnt


2.5.2 Terapi
1. obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg
klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari
2. onat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide
3. antibiotik :  bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta

2.5.3 Dietetik
a. Umur > 1 tahun dengan BB>7 kg, makanan  padat / makanan cair atau susu
b. Dalam keadaan malbasorbsi berat serta alergi protein susu sapi dapat diberi elemen atau semi elemental formula.
2.5.4 Supportif
Vitamin A 200.000. IU/IM, usia 1 – 5 tahun

2.6 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

2.7 INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
o Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50  c, RR : < 40 x/mnt )
o Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
o Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
2) Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
3) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.

Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out put
Tujuan        : setelah dilakukan  tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria        : - Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau  yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Monitor  intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5) Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan


Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare
Tujuan        :  Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
   Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan   peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan      : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu
Kriteria hasil : - Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
-    Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan irirtasi .

Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan      : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil :  Mau menerima  tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
 Intervensi :
1) Libatkan keluarga dalam melakukan  tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak
R/ merangsang perkembangan sensori anak.

DAFTAR PUSTAKA

Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan.  Ed 2. EGC. Jakarta
Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. EGC. Jakarta.
Lab/ UPF IKA, 1994.  Pedoman Diagnosa dan Terapi .  RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Ngastiyah. 1997.  Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta
Soetjiningsih, 1995.  Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta
Suryanah,2000.  Keperawatan Anak.  EGC. Jakarta
Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta

ASKEP ANAK KEJANG DEMAM

A. PENGERTIAN
1. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997: 229)
2. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Mansjoer, A.dkk. 2000: 434)
3. Kejang demam : kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranium (Lumban tobing, 1995: 1)
4. Kejang demam : gannguan sementara yang terjadi pada anak-anak yang ditandai dengan demam (Wong, D.T. 1999: 182)
5. Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
6. Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
7. Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 38o C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.

B. ETIOLOGI
Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan Whaley and Wong (1995: 1929)
1. Demam itu sendiri
Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme
3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau enselofati toksik sepintas.
Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial.

C. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sestem kardiovaskuler.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan ion Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan potensial membran yang disebut potesial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K Atp – ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian besarnya sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang tersebut ”neurotransmitter” dan terjadi kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38o C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40o C atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea. Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan makin meningkatnya suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otek meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak (Hasan dan Alatas, 1985: 847 dan Ngastiyah, 1997: 229)

D.PATHWAY
Untuk Melihat Pathway klik DI SINI
Untuk Mendownload Pathway klik DI SINI

E. MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi sementara (Todd’s hemiplegia) yang berlangsung beberapa jam atau bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap. (Lumbantobing,SM.1989:43)
Menurut Behman (2000: 843) kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39o C atau lebih ditandai dengan adanya kejang khas menyeluruh tionik klonik lama beberapa detik sampai 10 menit. Kejang demam yang menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik selain itu juga dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang.

F. PENATALAKSANAAN
Menurut Ngastiyah (1997: 232-235) dan Hassan & Alatas (195: 850-854) ada 4 faktor yang perlu dikerjakan :
1. Segera diberikan diezepam intravena -->dosis rata-rata 0,3mg/kg
atau diazepam rektal ---------------->dosis ≤ 10 kg = 5mg/kg
Bila diazepam tidak tersedia langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.
2.Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya
3.Meurunkan panas bila demam atau hipereaksi, dengan kompres seluruh tubuh dan bila telah memungkinkan dapat diberikan parasetamol 10 mg/kgBB/kali kombinasi diazepam oral 0,3 mg/kgBB
4.memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.

Ada juga penatalaksanaan yang lain yaitu:
a. Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 - 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 - 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca - glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.
b. Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.
c. Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.

Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya. Disamping itu pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan karena zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah

G. KLASIFIKASI
Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah
1. Kejang demam sederhana
yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu :
a. umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
b. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
c. Kejang bersifat umum
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan.
g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

2. Kejang kompleks
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.

H. KOMPLIKASI
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit yaitu :
1. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible.
2. Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.

I. PENCEGAHAN
Menurut Ngastiyah ( 1997: 236-239) pencegahan difokuskan pada pencegahan kekambuhan berulang dan penegahan segera saat kejang berlangsung.
1. Pencegahan berulang
a. Mengobati infeksi yang mendasari kejang
b. Penkes tentang
1) Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter
2) Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan termometer, cara pengukuran suhu tubuh anak, serta keterangan batas-batas suhu normal pada anak ( 36-37ºC)
3) Anak diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada saat mulai demam dan jangan menunggu sampai meningkat
4) Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mengalami kejang demam bila anak akan diimunisasi.

2. Mencegah cedera saat kejang berlangsung kegiatan ini meliputi :
a. Baringkan pasien pada tempat yang rata
b. Kepala dimiringkan unutk menghindari aspirasi cairan tubuh
c. Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas
d. Lepaskan pakaian yang ketat
e. Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cedera

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Komite Medik RSUP Dr. sardjito ( 2000:193) dan LUmbantobing dan Ismail (1989 :43), pemeriksaannya adalah :
1. EEG-->Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilateral menunjukan kejang demam kompleks.
2. Lumbal Pungsi
Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini dapaat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak.

- Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologhis dan pemeriksaan lumbal pungsi
- Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :

1)Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom
2)Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130-150ml)
3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L)

DAFTAR PUSTAKA
- Depkes RI. 1989. Perawatan Bayi Dan Anak. Ed 1. Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan.
- Lumbantobing,SM.1989.Penatalaksanaan Muthakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI
- Sachann, M Rossa. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatric. Jakarta : EGC.
- Suriadi, dkk2001. Askep Pada Anak. Jakarta. Pt Fajar Interpratama.
- Sataf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2000. Buku Kuliah Dua Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Percetakan Info Medika Jakarta
- Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, ed 2. Jakarta: EGC.
- Hidayat, aziz alimun. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba.

ASKEP GEA

A. Konsep Dasar Medis
1. Anatomi dan fisiologi saluran pencernaan.
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses Pencernaan (pengunyahan, penelanan dan percampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus.
(Syaifuddin, 1996, hal 87).
Saluran pencernaan terdiri dari: mulut, faring, osofagus, lambung, usus halus, usus besar, rectum, anus.
a). Anatomi mulut (oris)
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas dua bagian yaitu:
1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi.
2) Bagian rongga mulut/bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis disebelah belakang bersambung dengan faring.
a) Kelenjar parotis
b) Kelenjar submaksilaris
c) Kelenjar sublingualis (Syaifuddin, 1996, hal.88).
b) Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (osofagus), di dalam lengkungan faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosis dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Disini terletak bersimpangan antara jalan napas dan jalan makanan ( Syaifuddin, 1996, hal 88).
c) Osofagus.
Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung, panjangnya kurang lebih 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah lambung (Syaifuddin, 1996, hal 89).
d) Lambung
Bagian lambung terdiri dari:
1) Fundus Ventrikuli
2) Korpus ventrikuli
3) Antrum Pilorus
4) Kurvatura Minor
5) Kurvatura Mayor
6) Osteum Kardiakum.
Susunan lapisan dari dalam keluar terdiri dari: lapisan selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot miring, lapisan otot panjang, dan lapisan jaringan ikat/serosa.
Fungsi lambung terdiri dari:
1) Makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.
2) Getah cerna lambung yang dihasilkan:
a) Pepsin fungsinya, memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton).
b) Asam garam (HCL) fungsinya: mengasamkan makanan, sebagai antiseptik dan desinfektan, dan membuat Suasana asam pada pepsinogen sehingga menjadi pepsin.
c) Renin fungsinya, sebagai ragi membekukan susu dan membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).
d) Lapisan lambung, jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung (syaifuddin, 1996, hal 91).

e) Usus Halus
Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang dalam keadaan hidup dan merupakan saluran pencernaan diantara lambung dan usus besar. Usus halus panjang, tube yang berliku-liku yang memenuhi sebagian rongga abdomen.
Usus halus terdiri dari duodenum, yeyenum dan ileum.
1) Duodenum
adalah tube yang berbentuk huruf C dengan panjang kira-kira 25 cm, pada bagian belakang abdomen, melengkung melingkari pancreas.
Duodenum di gambarkan kedalam 4 bagian:
Bagian I : menjalar kearah kanan
Bagian II : menjalar kearah bawah
Bagian III : menjalar kearah tranversal kiri dan disebelah depan vena kava inferior dan aorta.
Bagian IV : menjalar kearah atas untuk selanjutnya bergabung dengan yeyenum (Gibson John, 1995, hal 163).
Bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang membukit disebut papilla vateri, pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pancreas (duktus wirsungi/duktus pankreatikus). Empedu di buat di hati untuk dikeluarkan keduodenum melalui duktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar-kelenjar brunner, berfungsi untuk memproduksi getah intestinum (Syaifuddin, 1996, hal 91).
2) Yeyenum dan Ileum
Yeyenum merupakan bagian pertama dan ileum merupakan bagian kedua dari saluran usus halus. Semua bagian usus tersebut mempunyai panjang yang bervariasi dari 300 cm sampai 900 cm (Gibson John, 1995, hal 164).
Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika suporior, pembuluh limfe dan saraf keruang antara 2 lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas.
Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium Ileoseckalis. Orifisium ini diperkuat oleh spinter ileuseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula Baukini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asendens tidak masuk kembali keadaan ileum (Syaifuddin, 1996, hal 91).
Fungsi usus halus adalah:
a) Mensekresi cairan usus.
b) Menerima cairan empedu dan pancreas.
c) Mencerna makanan.
d) Mengabsorbsi air, garam dan vitamin.
e) Menggerakkan kandungan kandungan usus sepanjang usus oleh kontraksi segmental pendek dan gelombang cepat yang menggerakkan kandungan usus sepanjang usus menjadi lebih cepat.
f. Usus Besar.
Usus besar mempunyai panjang kurang lebih 1,5 meter dengan lebar 5-6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar adalah:
1) Selaput lendir
2) Lapisan otot melingkar.
3) Lapisan otot penampang.
4) Jaringan ikat.
Fungsi usus besar, terdiri dari menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli dan tempat feses (Syaifuddin, 1996, hal 92).
Adapun bagian-bagian dari usus besar adalah sebagai berikut:
1. Seikum
Di bawah seikum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cincin sehingga disebut umbai cacing, dengan panjang 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum, mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mensentrium dan dapat diraba melalui dinding abdomen. (Syaifuddin, 1996, hal 92).
2. Colon Asenden
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kalon membujur keatas dari ileum kebawah hati. Dibawah hati membengkok kekiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatica dan dilanjutkan sebagian kolon transversum (Syaifuddin, 1996, hal 92).
3. Apendiks
Bagian usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum, mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus (Syaifuddin, 1996, hal 92).
4. Colon Transversum
Panjangnya kurang lebih 38 cm, membujur dari kolon asendes sampai kekolon desendens berada dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksula lienalis (Syaifuddin, 1996, hal 92).
5. Colon Desendens
Panjangnya kurang lebih 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri membujur dari atas kebawah dari fleksura lienalis sampai kedepan ileum kiri, bersambung dengan colon sigmoid (Syaifuddin, 1996, hal 92).


6. Colon Sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring, dalam rongga pelvis sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rectum (Syaifuddin, 1996, hal 92).
7. Rektum
Terletak dibawah colon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvic didepan oscracum dan oscogcigis (Syaifuddin, 1996, hal 92).
8. Anus
Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar. Terletak didasar pelvik, dindingnya diperkuat oleh tiga spincter:
a) Spincter Ani Internus, bekerja tidak menurut kehendak.
b) Spincter Levator Ani, bekerja tidak menurut kehendak.
c) Spincter Ani Eksternus, bekerja menurut kehendak (Syaifuddin, 1996, hal 92).
1. Definisi
b. Gastroentritis adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan / tanpa darah dan /atau lendir dalam tinja (Suhariyono, 2003).
c. Gastroentiris akut adalah defekasi yang terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat (Mansyoer Arief, et al., 1999, hal. 470).
d. Diare adalah perubahan tiba-tiba dalam frekuensi dan kualitas defekasi (Sandra M.Nettina, 2001, hal 123).
e. Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali/hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gram/hari) dan konsistensi feses cair (Smeltzer dan Bare, 2001, hal 1093)
f. Gastroenteritis adalah radang dari lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (muntah berak) (capital selekta.edisi 3.1999)
g. Diare adalah defekasi yang tidak normal, baik frekuensi maupun konsiistensinya.frekuensi diare lebih dari 4X/hr (capital selekta,edisi 3.1999).

2. Etiologi
Gastroenteritis dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu (penggantian hormon tiroid, pelunak feses dan laksatif, antibiotik, kemoterapi, dan antasida), selain itu semua gastroenteritis dapat juga disebabkan oleh:
a. Faktor infeksi
1) Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut:
i. Infeksi bakteri: vibria, E.Coli, salmonella, shigella, compylobacter, yersiria, aeromonas dan sebagainya.
ii. Infeksi virus: Enterovirus, (virus Echo, Coxsackie, Poliomielitis) Adenovirus, Rofavirus, Astrovirus, Trichuris, Oxyuris, strongy loides, Protozoa, (Entomoeba histolyfica, giardia, lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida albicans).
2) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA), Tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, pemberian makanan perselang, gangguan metabolic dan endokrin (Diabetes, Addison, Tirotoksikosis) serta proses infeksi virus/bakteri (disentri, shigellosis, keracunan makanan).
b. Faktor Malabsorbsi
- Mal absrobsi karbohidrat: disakarida, (Intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa): monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang tersering intoleransi laktosa)
- Mal absorbsi lemak
- Mal absorbsi protein.
c. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. faktor psikologis
rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar) (Ngastriyah, 1997, hal 144).
e. Malnutrisi
f. Gangguan imunologi

3. Patofisiologi Gastroenteritis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya gastroenteritis ialah:
a. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik meninggi dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul gastroenteritis.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul gastroenteritis karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul gastroenteritis. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul pula gasteoenteritis. Berdasarkan cairan yang hilang tingkat dehidrasi terbagi menjadi:
1). Dehidrasi ringan, jika kekurangan cairan 5% atau 25 ml/kg/bb.
2). Dehidrasi sedang, jika kekurangan cairan 5-10% atau 75 ml/kg/bb.
3). Dehidrasi berat, jika kekurangan cairan 10-15% atau 125 ml/kg/bb. (Ngastiyah, 1997, hal 144).
Gastroenteritis dapat disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri secara langsung atau oleh efek dari nurotoxin yang diproduksi oleh bakteria. Infeksi ini menimbulkan peningkatan produksi air dan garam ke dalam lumen usus dan juga peningkatan motilitas, yang menyebabkan sejumlah besar makanan yang tidak dicerna dan cairan dikeluarkan. Dengan gastroenteritis yang hebat, sejumlah besar cairan dan elektrolit dapat hilang, menimbulkan dehidrasi, hyponatremi dan hipokalemia (Long, 1996).
Selain itu juga gastroenteritis yang akut maupun yang kronik dapat meyebabkan gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah), hipoglikamik, dan gangguan sirkulasi darah (Ngastiyah, 1997, hal 144).

Askep Sindrom Nefrotik

Asuhan Keperawatan pada Klien Sindrom Nefrotik 

Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus. Sebab pasti belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit autoimun.


Sindrom Nefrotik
Secara umum etiologi dibagi menjadi sindrom nefrotik bawaan, sekunder, idiopatik dan sklerosis glomerulus. Penyakit ini biasanya timbul pada 2/100000 anak setiap tahun. Primer terjadi pada anak pra sekolah dan anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan.

Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat penting karena pada pasien sindrom nefrotik sering timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan manusia. Perawat diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Fokus asuhan keperawatan adalah mengidentifikasi masalah yang timbul, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencana keperawatan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan yang telah diberikan apakah sudah diatasi atau belum atau perlu modifikasi.


Konsep Sindrom Nefrotik

Pengertian Sindrom Nefrotik

Sindrom Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbunemia dan hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk. 2000, 832).

Sindrom Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).

Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Sindrom nefrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria masif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).

Etiologi Sindrom Nefrotik

Sebab pasti belum jelas. Saat ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Secara umum etiologi dibagi menjadi :

a.       Sindrom nefrotik bawaan.

Gejala khas adalah edema pada masa neonatus.

b.      Sindrom nefrotik sekunder

Penyebabnya adalah malaria, lupus eritematous diseminata, GNA dan GNK, bahan kimia dan amiloidosis.

c.       Sindrom nefrotikidiopatik

d.      Sklerosis glomerulus.

Insiden Sindrom Nefrotik

a.Insidens lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan.
b.Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan
c.Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun
d.Sindrom nefrotik perubahan minimal (SNPM) menacakup 60 – 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak
e.Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid.
f.Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal. (Cecily L Betz, 2002)

Patofisiologi Sindrom Nefrotik

Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan proteinuria masif sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma menurun karean adanya pergeseran cairan dari intravaskuler ke intestisial.

Volume plasma, curah jantung dan kecepatan filtrasi glomerulus berkurang mengakibatkan retensi natrium. Kadar albumin plasma yang sudah merangsang sintesa protein di hati, disertai peningkatan sintesa lipid, lipoprotein dan trigliserida.

a.Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.
b.Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.
c.Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma
d.Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria)
e.Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. (Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217)





Gejala Klinis Sindrom Nefrotik

-          Edema, sembab pada kelopak mata Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.

-          Rentan terhadap infeksi sekunder

-          Hematuria, azotemeia, hipertensi ringan

-          Kadang-kadang sesak karena ascites

-          Produksi urine berkurang

-          Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.

-          Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi.

Pemeriksaan Laboratorium

-          BJ urine meninggi

-          Hipoalbuminemia

-          Kadar urine normal

-          Anemia defisiensi besi

-          LED meninggi

-          Kalsium dalam darah sering merendah

-          Kadang-kdang glukosuria tanpa hiperglikemia.

Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik

-          Istirahat sampai edema tinggal sedikit

-          Diet protein 3 – 4 gram/kg BB/hari

-          Diuretikum : furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25 – 50 mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.

-          Kortikosteroid : Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.
Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu

-          Antibiotika bila ada infeksi

-          Punksi ascites

-          Digitalis bila ada gagal jantung.

Komplikasi Sindrom Nefrotik

a.       Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia.

b.      Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan syok.

c.       Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma.

d.      Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
(Rauf, .2002 : .27-28).

Konsep Asuhan Keperawatan ( Askep ) pada Sindrom Nefrotik

1.      Pengkajian

a.       Identitas.

Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi pada  usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi sindrom nefrotik.

b.      Riwayat Kesehatan.

1)      Keluhan utama.

Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun

2)      Riwayat penyakit dahulu.

Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.

3)      Riwayat penyakit sekarang.

Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun.

c.       Riwayat kesehatan keluarga.

Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.

d.      Riwayat kehamilan dan persalinan

Tidak ada hubungan.

e.       Riwayat kesehatan lingkungan.

Endemik malaria sering terjadi kasus NS.

f.       Imunisasi.

Tidak ada hubungan.

g.      Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.

Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8

Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.

Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.

Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.

Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana.

Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.

Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman.

h.      Riwayat nutrisi.

Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).

i.        Pengkajian persistem.

a)      Sistem pernapasan.

Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena distensi abdomen

b)      Sistem kardiovaskuler.

Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa dijumpai.

c)      Sistem persarafan.

Dalam batas normal.

d)     Sistem perkemihan.

Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.

e)      Sistem pencernaan.

Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.

f)       Sistem muskuloskeletal.

Dalam batas normal.

g)      Sistem integumen.

Edema periorbital, ascites.

h)      Sistem endokrin

Dalam batas normal

i)        Sistem reproduksi

Dalam batas normal.

j.        Persepsi orang tua

Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.

2.      Diagnosa dan Rencana Keperawatan Sindrom Nefrotik

a)      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.

Tujuan volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil penurunan edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output urine adekuat 600 – 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal.

Intervensi :

1.      Catat intake dan output secara akurat. Rasional : Evaluasi harian keberhasilan terapi dan dasar penentuan tindakan

2. Kaji dan catat tekanan darah, pembesaran abdomen, BJ urine. Rasional : Tekanan darah dan BJ urine dapat menjadi indikator regimen terapi

3. Timbang berat badan tiap hari dalam skala yang sama. Rasional : Estimasi penurunan edema tubuh

4. Berikan cairan secara hati-hati dan diet rendah garam. Rasional : Mencegah edema bertambah berat

5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari. Rasional : Pembatasan protein bertujuan untuk meringankan beban kerja  hepar dan mencegah bertamabah rusaknya hemdinamik ginjal.

b)      Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.

Tujuan kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu makan baik, tidak terjadi hipoprtoeinemia, porsi makan yang dihidangkan dihabiskan, edema dan ascites tidak ada.

Intervensi :

1.      Catat intake dan output makanan secara akurat. Rasional : Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh

2.      Kaji adanya anoreksia, hipoproteinemia, diare. Rasional : Gangguan nuirisi dapat terjadi secara perlahan. Diare sebagai reaksi edema intestinal

3.      Pastikan anak mendapat makanan dengan diet yang cukup. Rasional : Mencegah status nutrisi menjadi lebih buruk.

c)      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.

Tujuan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi tidak ada, tanda vital dalam batas normal, ada perubahan perilaku keluarga dalam melakukan perawatan.

Intervensi :

1.      Lindungi anak dari orang-orang yang terkena infeksi melalui pembatasan pengunjung. Rasional : Meminimalkan masuknya organisme.

2.      Tempatkan anak di ruangan non infeksi. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.

3.      Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.

4.      Lakukan tindakan invasif secara aseptik. Rasional : Membatasi masuknya bakteri ke dalam tubuh. Deteksi dini adanya infeksi dapat mencegah sepsis.

d)     Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).

Tujuan kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil kooperatif pada tindakan keperawatan, komunikatif pada perawat, secara verbal mengatakan tidak takur.

Intervensi :

1.      Validasi perasaan takut atau cemas. Rasional : Perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk tebuka sehingga dapat menghadapinya.

2.      Pertahankan kontak dengan klien. Rasional : Memantapkan hubungan, meningkatan  ekspresi perasaan.

3.      Upayakan ada keluarga yang menunggu. Rasional : Dukungan yang terus menerus mengurangi ketakutan atau kecemasan yang dihadapi.

4.      Anjurkan orang tua untuk membawakan mainan atau foto keluarga. Rasional : Meminimalkan dampak hospitalisasi terpisah dari anggota keluarga.


DAFTAR PUSTAKA

Berhman & Kliegman (1987), Essentials of Pediatrics, W. B Saunders, Philadelphia.

Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa, EGC, Jakarta

Matondang, dkk. (2000), Diagnosis Fisis Pada Anak, Sagung Seto, Jakarta

Ngastiyah, (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Rusepno, Hasan, dkk. (2000), Ilmu Kesehaatan Anak 2, Infomedica, Jakarta

Tjokronegoro & Hendra Utama, (1993), Buku Ajar Nefrologi, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

——-, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo-Lab/UPF IKA, Surabaya.

ASKEP PADA ANAK DENGAN FEBRIS

DEFNISI

Demam adalah meningkatnya temperatur suhu tubuh secara abnormal. Febris atau demam pada umumnya diartikan suhu tubuh di atas 37,2ºC.
Tipe demam yang mungkin kita jumpai antara lain :
1. Demam septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.

2. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.

3. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.

4. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.

5. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influensa atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap infeksi bakterial.

ETIOLOGI

Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya: perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian penggambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium.serta penunjang lain secara tepat dan holistik.
Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara timbul demam, lama demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala lian yang menyertai demam.
Demam belum terdiagnosa adalah suatu keadaan dimana seorang pasien mengalami demam terus menerus selama 3 minggu dan suhu badan diatas 38,3 derajat celcius dan tetap belum didapat penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu minggu secara intensif dengan menggunakan sarana laboratorium dan penunjang medis lainnya.

TANDA DAN GEJALA
1. Suhu badan lebih 37,2 ºC
2. Banyak berkeringat
3. Pernafasan meninggil
4. Menggigil

PATOFISIOLOGI
Tubuh telah mengembangkan suatu sistem pertahanan yang cukup ampuh terhadap infeksi dan peningkatan suhu tubuh memberikan suatu peluang kerja yang optimal untuk sistem pertahanan tubuh. Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi. Pirogen adalah suatu protein yang identik dengan interkulin-1. di dalhipotalamus zat ini merangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan sintesis prostaglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan suatu pireksia. Pengaruh pengaturan autonom akan mengakibatkan terjadinya vasokontriksi perifer sehingga pengeluaran panas menurun dan pasien merasa demam. Suhu badan dapat bertambah tinggi karena meningkatnya aktivitas metabolisme yang juga mengakibatkan penambahan produksi panas dan karena kurang adekuat penyalurannya ke permukaan maka rasa demam bertambah.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sebelum meningkat ke pemeriksaan yang lebih mutakhir yang siap untuk digunakan seperti ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat diperiksa uji coba darah, pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar tembus rutin. Dalam tahap melalui biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga dapat dilakukan pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau limfangiografi.

PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK
1. Antipiretik
2. Anti biotik sesuai program
3. Hindari kompres alkohol atau es

KOMPLIKASI
1. Takikardi
2. Insufisiensi jantung
3. Insufisiensi pulmonal
4. Kejang demam

PENGKAJIAN
1. Melakukan anamnese riwayat penyakit meliputi : sejak kapan timbul demam, gejala lain yang menyertai demam (misalnya : mual muntah, nafsu makan, diaforesis, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah anak menggigil, gelisah atau lhetargi, upaya yang harus dilakukan.
2. Melakukan pemeriksaan fisik.
3. Melakukan pemeriksaan ensepalokaudal : keadaan umum, vital sign.
4. Melakukan pemeriksaan penunjang lain seperti : pemeriksaan laboratotium, foto rontgent ataupun USG

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hyperthermia berhubungan dengan proses infeksi.
2. Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuan tubuh berhubungan dengan nafsu makan yang menurun.

ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan : Hypertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam menujukan temperatur dalan batas normal
Kriteria hasil :
1. Bebas dari kedinginan
2. Suhu tubuh stabil 36-37 C
Intervensi :
1. Pantau suhu klien (derajat dan pola) perhatikan menggigil/diaforsis
2. Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi
3. Berikan kompres hangat hindari penggunaan akohol
4. Berikan minuman sesuai kebutuhan
5. Kolaborasi untuk pemberian antipiretik

Diagnosa Keperawatan :
Resiko injuri berhubungan dengan kejang berulang
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam anak bebas dari cidera
Kriteria hasil :
1. menunjukan homeostatis
2. tidak ada perdarahan mukosa dan bebas dari komplikasi lain
Intervensi :
1. Kaji tanda-tanda komplikasi lanjut
2. Kaji status kardiopulmonar
3. Kolaborasi untuk pemantauan laboratorium: monitor darah rutin
4. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik

Diagnosa keperawatan :
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang dan deperosis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam volume cairan adekuat
Kriteria hasil :
1. tanda vital dalam batas normal
2. nadi perifer teraba kuat
3. haluran urine adekuat
4. tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Intervensi :
1. Ukur/catat haluaran urine dan berat jenis. Catat ketidakseimbangan masukan dan haluran kumulatif
2. Pantau tekanan darah dan denyut jantung ukur CVP
3. Palpasi denyut perifer
4. Kaji membran mukosa kering, tugor kulit yang kurang baik dan rasa halus
5. Kolaborasi untuk pemberian cairan IV sesuai indikasi
6. Pantau nilai laboratorium, Ht/jumlah sel darah merah, BUN,cre, Elek,LED, GDS

DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC : Jakarta
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC : Jakarta
Sumijati M.E, dkk. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak. PERKANI : Surabaya
Wahidiyat Iskandar. 1995. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Info Medika : Jakarta
McCloskey, Joanne C,. Bulecheck, Gloria M. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). Mosby, St. Louise.
McCloskey, Joanne C,. Bulecheck, Gloria M. 1996. Nursing Outcame Classsification (NOC). Mosby, St. Louise.
NANDA, 2002. Nursing Diagnosis : Definition and Classification (2001-2002), Philadelphia

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites