Rabu, 20 April 2011

KELAINAN PERKEMBANGAN
PERVASIF

Kelainan Autistik.
Definisi :
Kelainan autistik dicirikan oleh menarik diri anak ke dalam dirinya dan ke dalam dunia fantasi yang dibuatnya sendiri. Kelainan ini jarang, terjadi tiga kali lebih sering pada pria dari pada wanita, dan lebih umum pada kelas sosioekonomik atas. Perjalanannya kronis dan sering menetap pada masa dewasa. DSM-III-R  telah mengkategorikan lebih lanjut kelainan ini menurut usia awitan :
1. Awitan pada saat bayi (sebelum usia 36 bulan)
2. Awitan pada masa anak-anak (setelah usia 36 bulan)

Faktor Predisposisi.
1. Teori Psikodinamik.
Mahler (1975) telah mengusulkan bahwa anak yang autistik terfiksasi pada fase perkembangan simbiotik. Anak tidak mencapai hubungan simbiotik dengan ibu ataupun tidak membedakan diri dengan ibu. Perkembangan ego mengalami penundaan, anak tidak berkomunikasi atau membentuk hubungan.

2. Teori Biologis.
DSM-III-R  mengidentifikasi faktor-faktor biologis berikut sebagai penunjang pada predisposisi terhadap kelainan ini :
a) Rubella pada ibu.
b) Fenilketonuria tak teratasi.
c) Ensefalitis.
d) Anoksia selama kelahiran.
e) Tuberous sklerosis.
f) Sindroma fragilis X.
3. Teori Dinamika Keluarga.
Pola-pola interaksi dini telah dianjurkan karena penting pada kecendrungan autisme pada bayi. Seorang ibu kabur dan jauh, dengan sedikit kasih yang emosional pada anak, kurangnya stimulasi, dan kehilangan hal-hal yang berhubungan dengan ibu telah dilibatkan dalam hal ini (Kanner, 1955).

Simtomatologi (Data Subjektif dan Objektif)
1. Kegagalan untuk membentuk hubungan antar pribadi, dicirikan oleh sifat tidak responsif pada orang; kurangnya kontak mata dan sifat responsif pada wajah; pengabaian atau keengganan terhadap kasih sayang dan kontak fisik. Pada awal masa kanak-kanak, ada kegagalan untuk mengembangkan kerjasama dalam bermain dan persahabatan.

2. Kelainan pada komunikasi (verbal dan non-verbal), dicirikan oleh tidak adanya bahasa atau, jika dikembangkan, sering adanya struktur gramatik yang tidak matang, penggunaan kata-kata yang tidak benar, ekolalia, atau ketidak mampuan untuk menggunakan batasan-batasan abstrak. Ekspresi non-verbal yang menyertai bisa menjadi tidak sesuai atau tidak ada.

3. Respon-respon kacau terhadap lingkungan, dicirikan oleh perlawanan atau reaksi-reaksi prilaku yang ekstrem terhadap peristiwa-peristiwa kecil; kasih sayang yang mengganggu pikiran yang tidak normal terhadap benda-benda aneh; prilaku-prilaku yang ritualistik.

4. Rasa tertarik yang ekstrem terhadap benda-benda yang bergerak (mis: kipas angin, kereta api). Minat khusus terhadap musik, bermain-main dengan air, kancing, atau bagian-bagian tubuh.

5. Tuntutan yang tidak beralasan terhadap keharusan untuk mengikuti kebiasaan sehari-hari dengan rincian yang tepat (mis: menuntut keharusan untuk selalu mengikuti rute yang sama apabila pergi berbelanja).

6. Kesusahan yang terlihat terhadap perubahan-perubahan pada aspek-aspek yang sepele dari lingkungan (mis: apabila vas bungan dipindahkan dari tempat biasanya).

7. Gerakan-gerakan tubuh stereotip (mis: menjetik-jetikan tangan atau memilin-milin tangan, berputar-putar, gerakan seluruh tubuh yang kompleks).


Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Umum.

RESIKO TINGGI TERHADAP MUTILASI DIRI.
Definisi:
Suatu keadaan dimana seseorang berada pada resiko yang tinggi untuk melakukan suatu tindakan yang dapat melukai dirinya, bukan membunuh, yang mengakibatkan kerusakan jaringan dan pelepasan tegangan.

Faktor yang Berhubungan / Resiko (“yang berhubungan dengan”)
1. Tugas-tugas tak terselesaikan dari rasa percaya terhadap rasa tidak percaya.
2. Fiksasi pada fase prasimbiotik dari perkembangan.
3. Perubahan-perubahan patofisiologis yang terjadi sebagai respons terhadap kondisi-kondisi fisik tertentu, seperti rubella pada ibu, fenilketonuria tak teratasi, ensefalitis, tuberous sklerosis, anoksia selama kelahiran, sindroma fragilis X.
4. Deprivasi ibu.
5. Stimulasi sensorik yang tidak sesuai.
6. Sejarah prilaku-prilaku multilatif / melukai diri sebagai respons terhadap ansietas yang meningkat.
7. Ketidak acuhan yang nyata terhadap lingkungan atau reaksi-reaksi yang histeris terhadap perubahan-perubahan pada lingkungan.

Sasaran / Tujuan.
1. Sasaran jangka pendek.
Pasien akan mendemonstrasikan prilaku-prilaku alternatif (mis: memulai interaksi antara diri dengan perawat) sebagai respons terhadap kecemasan pada waktu yang ditentukan. (Lamanya waktu yang diperlukan untuk tujuan ini akan tergantung pada tingkat beratnya dan kronisnya prilaku-prilaku sosial yang menyimpang).

2. Sasaran jangka panjang.
Pasien tidak akan melukai diri.

Intervensi Dengan Rasional Tertentu.
1. Tindakan untuk melindungi anak apabila prilaku-prilaku mutilatif diri, seperti memukul-mukul / membentur-benturkan kepala atau prilaku-prilaku histeris lainnya menjadi nyata. Perawat bertanggung jawab untuk menjamin keselamatan pasien.

2. Helm dapat digunakan untuk melindungi terhadap tindakan memukul-mukul kepala, sarung tangan untuk mencegah menarik-narik rambut, dan pemberian bantalan yang sesuai untuk melindungi ekstrimitas terluka selama terjadinya gerakan-gerakan histeris.

3. Coba untuk menentukan jika prilaku-prilaku mutilatif diri terjadi sebagai respons terhadap meningkatnya ansietas, dan jika terjadi, terhadap apa ansietas tersebut dapat dihubungkan. Prilaku-prilaku mutilatif dapat dicegah jika penyebabnya dapat ditentukan.

4. Bekerja pada dasar satu perawat untuk satu anak untuk membentuk kepercayaan.

5. Tawarkan diri kepada anak selama waktu-waktu meningkatnya ansietas, dalam upaya untuk menurunkan kebutuhan pada prilaku-prilaku mutilasi diri dan memberikan rasa aman.

Hasil Pasien yang Diharapkan / Kriteria Pulang.
1. Rasa gelisah dipertahankan pada tingkat pasien merasa tidak memerlukan prilaku-prilaku mutilatif diri.
2. Pasien memulai interaksi antara diri dan perawat apabila merasa cemas.


KERUSAKAN INTERAKSI SOSIAL.
Definisi :
Keadaan dimana seseorang berpartisipasi dalam kuantitas yang tidak cukup atau berlebihan atau kualitas tak efektif dari pertukaran sosial.

Kemungkinan Etiologi (“yang berhubungan dengan”)
1. Gangguan konsep diri.
2. Tidak adanya orang terdekat.
3. Tugas-tugas tak terselesaikan dari rasa percaya versus tidak percaya.
4. Perubahan-perubahan patofisiologis yang terjadi sebagai respons terhadap kondisi-kondisi fisik tertentu, seperti rubella pada ibu, fenilketonuria tak teratasi, ensefalitis, tuberous sklerosis, anoksia selama kelahiran, sindroma fragilis X.
5. Deprivasi ibu.
6. Stimulasi sensorik yang tidak sesuai.
Batasan Karakteristik (“dibuktikan oleh”)
1. Kurangnya sifat responsif terhadap, atau minat pada, orang-orang.
2. Kegagalan untuk mengemong.
3. Kurangnya kontak mata dan sifat responsif pada wajah.
4. Pengabaian atau keengganan terhadap kasih sayang dan kontak fisik.
5. Kegagalan untuk mengembangkan kerja sama dalam bermain dan persahabatan dengan teman sebaya.

Sasaran / Tujuan.
1. Sasaran jangka pendek.
Pasien akan mendemonstrasikan kepercayaan pada seorang pemberi perawatan (sebagaimana yang ditandai adanya sifat responsif pada wajah dan kontak mata) dalam waktu yang ditentukan tergantung pada tingkat berat dan kronisnya prilaku-prilaku sosial yang menyimpang.

2. Sasaran jangka panjang.
Pasien akan memulai interaksi-interaksi sosial (fisik, verbal, nonverbal) dengan pemberi perawatan saat pulang.

Intervensi Dengan Rasional Tertentu.
1. Berfungsi dalam hubungan satu per satu dengan anak. Interaksi staf dengan pasien yang konsisten meningkatkan pembentukan kepercayaan.

2. Berikan anak benda-benda yang dikenal (mis: mainan-mainan kesukaan, selimut). Benda-benda ini memberikan rasa aman dalam waktu-waktu aman bila anak merasa distres.

3. Sampaikan sikap yang hangat, dukungan, dan kebersediaan ketika pasien berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Karakteristik-karakteristik ini meningkatkan pembentukan dan mempertahankan hubungan saling mempercayai.

4. Lakukan dengan perlahan. Jangan memaksakan melakukan interaksi-interaksi. Mulai dengan penguatan yang positif pada kontak mata. Perkenalkan secara berangsur-angsur dengan sentuhan, senyuman, pelukan. Pasien autistik dapat merasa terancam oleh suatu rangsangan yang gencar pada pasien tidak terbiasa.

5. Dengan kehadiran anda beri dukungan pada pasien yang berusaha keras untuk membentuk hubungan dengan orang lain di lingkungannya. Kehadiran seseorang yang telah terbentuk hubungan saling percaya, memberikan rasa aman

Hasil Pasien yang Diharapkan / Kriteria Pulang.
1. Pasien mulai berinteraksi dengan diri dan orang lain.
2. Pasien menggunakan kontak mata, sifat responsif pada wajah, dan prilaku-prilaku non verbal lainnya dalam berinteraksi dengan orang lain.
3. Pasien tidak menarik diri dari kontak fisik.


KERUSAKAN KOMUNIKASI VERBAL.
Definisi :
Keadaan dimana seseorang mengalami keadaan dimana terjadi penurunan atau tidak adanya kemampuan untuk menggunakan atau memahami bahasa di dalam berinteraksi dengan manusia.

Kemungkinan Etiologi (“yang berhubungan dengan”)
1. Ketidak mampuan untuk mempercayai.
2. Penarikan diri dari diri.
3. Perubahan-perubahan patofisiologis yang terjadi sebagai respons terhadap kondisi-kondisi fisik tertentu, seperti rubella pada ibu, fenilketonuria tak teratasi, ensefalitis, tuberous sklerosis, anoksia selama kelahiran, sindroma fragilis X.
4. Deprivasi ibu.
5. Stimulasi sensorik yang tidak sesuai.

Batasan Karakteristik (“dibuktikan oleh”)
1. Penolakan atau ketidak mampuan untuk berbicara.
2. Ketidak matangan struktur gramatis.
3. Ekolalia.
4. Pembalikan pengucapan.
5. Ketidak mampuan untuk menamai benda-benda.
6. Ketidak mampuan untuk menggunakan batasan-batasan abstrak.
7. Tidak adanya ekspresi non verbal (mis: kontak mata, sifat responsif pada wajah, gerak isyarat.

Sasaran / Tujuan.
1. Sasaran jangka pendek.
Pasien akan membentuk kepercayaan dengan seorang pemberi perawatan (sebagaimana ditandai dengan adanya sifat responsif pada wajah dan kontak mata) dalam waktu yang ditentukan (tergantung pada tingkat berat dan kronisnya kelainan)

2. Sasaran jangka panjang.
Pasien telah membuat cara-cara untuk mengkomunikasikan (secara verbal dan non verbal) kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan kepada staf dengan pelaksanaan.



Intervensi Dengan Rasional Tertentu.
1. Pertahankan konsistensi tugas staf. Hal ini memudahkan kepercayaan dan kemampuan untuk memahami tindakan-tindakan dan komunikasi pasien.

2. Antisipasi dan penuhi kebutuhan-kebutuhan pasien sampai kepuasan pola komunikasi terbentuk.

3. Gunakan teknik-teknik VALIDASI KONSENSUAL dan MENCARI KLARIFIKASI untuk menguraikan kode pola-pola komunikasi (Contoh: “Saya rasa yang anda maksudkan …?)  Teknik-teknik ini digunakan untuk memastikan akurasi dari pesan yang diterima, menjelaskan pengertian-pengertian yang tersembunyi di dalam pesan. Hati-hati untuk tidak “berbicara atas nama pasien tanpa seizinnya.”

4. Gunakan pendekatan “muka” (berhadap-hadapan, bertatapan) untuk menyampaikan ekspresi-ekspresi non verbal yang benar dengan menggunakan contoh. Kontak mata mengekspresikan minat yang murni terhadap, dan hormat kepada seseorang.

Hasil Pasien yang Diharapkan / Kriteria Pulang.
1. Pasien mampu berkomunikasi dengan cara yang dimengerti oleh orang lain.
2. Pesan-pesan non verbal pasien sesuai dengan pengungkapan verbal.
3. Pasien memulai interaksi verbal dan non verbal dengan orang lain.

GANGGUAN IDENTITAS PRIBADI.
Definisi :
Ketidak mampuan untuk membedakan antara diri dan bukan dirinya.

Kemungkinan Etiologi (“yang berhubungan dengan”)
1. Fiksasi pada fase prasimbiotik dari perkembangan.
2. Tugas-tugas tak terselesaikan dari rasa percaya versus rasa tidak percaya.
3. Deprivasi ibu.
4. Stimulasi sensorik yang tidak sesuai.

Batasan Karakteristik.
1. Ketidak mampuan untuk memisahkan kebutuhan fisiologis dan emosi diri sendiri dengan orang lainnya.
2. Tingkat ansietas yang bertambah akibat dari kontak dengan orang lain.
3. Ketidak mampuan untuk membedakan batas-batas tubuh diri sendiri dengan orang lain.
4. Mengulangi kata-kata yang dia dengar dari yang diucapkan orang lain atau gerakan-gerakan mimik dari orang lain.

Sasaran / Tujuan.
1. Sasaran jangka pendek.
Pasien akan menyebutkan bagian-bagian tubuh diri sendiri dan bagian-bagian tubuh dari pemberi perawatan dalam waktu yang ditentukan (tergantung pad tingkat berat dan kronisnya kelainan).

2. Sasaran jangka panjang.
Pasien akan membentuk identitas ego (ditunjukan oleh kemampuan untuk mengenali fisik dan emosi diri terpisah dari orang lain) saat pulang.

Intervensi dengan Rasional Tertentu.
1. Fungsi pada hubungan satu-satu dengan anak. Konsistensi dari interaksi pasien staf meningkatkan pembentukan data kepercayaan.

2. Membantu anak untuk mengetahui hal-hal yang terpisah selama kegiatan-kegiatan perawatan diri, seperti berpakaian dan makan. Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan kewaspadaan anak terhadap diri sebagai sesuatu yang terpisah dari orang lain.

3. Jelaskan, dan bantu anak dalam menyebutkan bagian-bagian tubuhnya. Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan kewaspadaan anak terhadap diri sebagai sesuatu yang terpisah dari orang lain.

4. Tingkatkan kontak fisik secara tahap demi tahap, menggunakan sentuhan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan antara pasien dengan perawat. Berhati-hati dengan sentuhan sampai kepercayaan anak telah terbentuk, bila gerak isyarat ini dapat diinterpretasikan sebagai suatu ancaman oleh pasien.

5. Tingkatkan upaya anak untuk mempelajari bagian-bagian dan batas-batas tubuh dengan menggunakan cermin dan lukisan serta gambar-gambar anak.

Hasil Pasien yang Diharapkan / Kriteria Pulang.
1. Pasien mampu untuk membedakan bagian-bagian dari tubuhnya dengan bagian-bagian dari tubuh orang lain.
2. Pasien menceritakan kemampuan untuk memisahkan diri dari lingkungannya dengan menghentikan ekolalia (mengulangi kata-kata yang didengar) dan ekopraksia (meniru gerakan-gerakan yang dilihat).

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites